Selasa, 17 November 2015

Analisis Puisi Diponegoro Karya Chairil Anwar



Nama               : Hani Safitri  
NIM                : 2101414010
Rombel            : Satu
Prodi               : PBSI


DIPONEGORO
(Chairil Anwar)

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.

Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

Februari 1943






Apresiasi Puisi Berjudul Diponegoro Karya Chairil Anwar.

Puisi ini menggambarkan semangat perjuangan dalam jiwa penulis. Hal ini tercantum dalam baris pertama dan ke-dua, Dimasa pembangunan ini tuan hidup kembali. Makna dari puisi baris tersebut yaitu menunjukkan ketika dalam masa perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, penulis menggambarkan semangat perjuangan Diponegoro yang dimiliki oleh rakyat Indonesia saat itu (tahun 1943). Kemudian baris ke-tiga, dan bara kagum menjadi api, ini bermakna semangat perjuangan yang digambarkan oleh penulis sangatlah luar biasa dalam artian menggebu-gebu. Hal tersebut tergambar dalam kata bara dan api, bara dan api merupakan zat yang panas, sehingga tepat sekali untuk menggambarkan semangat juang penulis yang memanas.  Dilanjutkan oleh baris ke-empat dan ke-lima, yaitu di depan sekali tuan menanti, tak gentar, lawan banyaknya seratus kali. Dengan demikian semakin terlihat bahwa para pejuang yang betapa semangatnya sehingga menjadi pemberani dalam melawan penjajah. Mereka tidak memiliki keraguan apapun, yang ada hanya semangat berjuang dan berjuang.

Lalu baris ke-enam, pedang di kanan keris di kiri, mengandung arti bahwa dalam masa itu pejuang Indonesia melawan penjajah dengan senjata apapun yang dimilikinya, baik senjata yang secara fisik terlihat maupun senjata yang hanya berupa harapan atau doa. Lalu baris ke-tujuh, berselempang semangat yang tak bisa mati, ini menggambarkan betapa bergejolaknya semangat di jiwa mereka sehingga tidak ada yang bisa membunuh semangat tersebut hingga mati sekalipun. Kemudian baris ke-delapan, maju, berarti sebuah kata seruan atau ajakan untuk maju melawan penjajah. Sedangkan baris ke-sembilan dan sepuluh yaitu ini barisan tak bergendarang-berpalu, kepercayaan tanda menyerbu. Hal ini bermakna bahwa seluruh pasukan pejuang Indonesia tidak memiliki senjata yang canggih seperti para penjajah, tetapi mereka hanya bermodalkan semangat dan kepercayaan satu sama lain sehingga menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Selanjutnya baris ke-sebelas dan dua belas, sekali berarti, sudah itu mati. Dalam hal ini penulis mengungkapkan semangat pejuang Indonesia yang suka rela mempertaruhkan jiwa dan raga demi kemerdekaan bangsa Indonesia, meskipun nantinya mereka mati oleh serangan penjajah. Baris ke-tiga belas, maju, ini juga merupakan kata seruan yang diungkapkan penulis untuk pejuang Indonesia agar tetap maju apapun yang terjadi. Lalu baris ke-empat belas dan lima belas, bagimu negeri, menyediakan api, berarti penulis menyatakan bahwa bangsa Indonesia pun memberikan dukungan penuh berupa semangat kepada pejuang Indonesia. Dilanjutkan baris ke-enam belas dan tujuh belas, punah di atas menghamba, binasa di atas ditinda. Dalam kalimat tersebut digambarkan yaitu dengan tetap semangat berjuang melawan penjajah maka harapannya rakyat Indonesia akan berhenti menjadi budak penjajah dan berhenti ditindas oleh penjajah.   

            Puisi baris ke-delapan belas dan sembilan belas, sungguhpun dalam ajal baru tercapai, jika hidup harus merasai. Berarti, penulis menggambarkan pejuang Indonesia saat itu memiliki paham bahwa mereka akan mati apabila ketika hidup mereka sudah berjuang dan memberikan persembahan bagi bangsa Indonesia. Kemudian bait terakhir, maju, serbu, serang, terjang, bermakna suatu kata seruan bagi pejuang Indonesia agar maju untuk menyerbu, menyerang, dan menerjang penjajah.

            Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi berjudul Diponegoro karya Chairil Anwar tersebut menggambarkan semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan penjajah saat itu agar mencapai kemerdekaan Indonesia. Menurut Taba and Squire dalam aspek kognitif, ketika pembaca membaca puisi tersebut maka intelektualnya akan jalan. Misalnya, ketika membaca judul puisi, baris puisi pertama dan kedua mereka menjadi teringat ketika masa penjajahan dahulu. Betapa besarnya perjuangan dari Diponegoro kala itu. Sehingga mereka dapat menghayati benar makna dari baris puisi tersebut. Apa lagi dengan memahami baris puisi keenam belas dan tujuh bela, punah di atas menghamba, binasa di atas ditinda. Hal ini menyebabkan pembaca lebih menggali ingatan kembali mengenai pengetahuan sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Betapa malangnya bangsa Indonesia ketika menjadi budak para penjajah dan ditindas oleh mereka. Sehingga pembaca juga mengetahui tujuan dari penulis ini yaitu untuk menunjukkan dan membangkitkan semangat para pejuang Indonesia dalam meraih kemerdekaan saat itu.

            Kemudian aspek yang kedua yaitu emotif. Hal ini ditunjukkan oleh baris puisi ke lima, enam, dan tujuh, yaitu, Tak gentar, lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri. Berselempang semangat yang tak bisa mati. Dengan meresapi makna baris puisi tersebut makna emosi dari pembaca pun mulai muncul. Mereka juga terpengaruh untuk membacakan puisi dengan intonasi yang keras dan bersemangat. Karena emosi mereka terbakar oleh baris puisi tersebut. Seolah-olah merekalah yang saat itu sedang melawan para penjajah. Dilanjutkan lagi oleh bait terakhir yang makna dari isi bait tersebut yaitu berupa seruan bagi bangsa Indonesia agar bangkit untuk melawan penjajah. Dengan emosi yang dikuasai oleh pembaca, maka mereka pun ikut menggebu-gebu semangatnya saat membacakan bait puisi terssebut. Jadi emosi pembaca itu lebih menonjol atau terlihat saat membaca bait terakhir.

            Disamping itu, ada satu aspek lagi yaitu aspek evaluatif. Setelah pembaca mengetahui makna dari puisi Diponegoro, kemudian menerapkan dua aspek di atas, maka pembaca pun akan menerapkan aspek ketiga ini, yakni mengevaluasi puisi tersebut. Mereka tentunya akan memberikan suatu penilaian terhadap puisi tersebut. Misalnya dari segi bahasa yang digunakan oleh penulis. Chairil Anwar termasuk penulis yang cukup mahir dalam mengolah bahasa sehingga puisinya pun mengandung makna-makna tersirat yang cukup padat. Sehingga dapat menimbulkan berbagai persepsi dari masing-masing pembaca. Lalu dari segi makna dari isi puisinya, ia menunjukkan dirinya memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Artinya, penulis pun menggambarkan semangat perjuangan yang ia rasakan saat itu, tidak hanya semangat para pahlawan saat itu tetapi juga dirinya. Dengan demikian, maka teori dari Taba and Squire diterapkan juga oleh pembaca secara tidak langsung dalam mengkaji suatu puisi.

2 komentar:

  1. Puosi karya Chairil Anwar sangat menarik orong untuk membacanya

    BalasHapus
  2. Puosi karya Chairil Anwar sangat menarik orong untuk membacanya

    BalasHapus